Selasa, 15 September 2015

Mental Disorder

Aku tidak tahu apa yg salah, dunia atau aku. 

Kesadaranku masih hilang sebagian. Tapi aku tahu seluruh badan tidak bisa digerakan. Ada tali yg mengikat tangan dan kaki. Aku mencoba berteriak tapi tidak ada suara yg bisa keluar dari tenggorokan.

Aku berontok sekeras yang dibisa. Tapi kasur besi ini terlalu kuat untuk terkoyak. Aku coba berontak semakin keras. Kali ini berhasil menjatuhkan besi di samping kasur. Besi itu menarik selang infus dari lengan kanan. Darah mengalir dari arteri. Besi jatuh diatas saklar. Lampu remang ditengah ruang menyala.

Ruang ini dicat begitu pekat. Pengap meski kurasa ini tengah malam. Udara hanya bersikulasi lewat tralis besi yg dipasang sangat tinggi. 

Aku tidak tahu apa yg salah. Rasa takut menderapku dalam. Suara kaki berjalan di lorong luar. Pintu dibuka dua orang berpaiakan serba hitam masuk. Mendekat. Aku berontak semakin keras. Berteriak tapi tidak ada suara yg bisa dikerluarkan. Dua orang itu mengencangkan ikatan kaki dan tangan. Menusukan sebuah jarum di lengan. Aku berteriak tapi tak ada kata yg keluar. Salah satunya membungkam mulutku dengan kain hitam. 

Lambat laun kesadaranku semakin hilang.
......
Sudah lewat sepertiga malam. Sudah lewat 30 panggilan tanpa jawaban. 

Aku masih menanti pria itu datang. Untuk janji yg sudah diucapkan. Aku sudah sering menerima penghianatanya atas janji tapi kali ini sudah keterlaluan.

Aku sudah tidak lagi bisa mendengar nada sambungnya di panggilan yg ke 31.

Diantara sepertiga malam aku berjalan menyusuri Bakerstreet. Aku gedor pintu rumah nomor 221B. Mr.Hudson berdiri didepan pintu yg terbuka. 

Entah apa yg telah menghilangkan sopan santunku. Tapi aku lari saja keatas. Aku tau ada yg salah dengan pria itu, Sherlock.
....
Aku menghabiskan sisa sepertiga malam lainya di ranjang pria yg baru aku kenal setengah jam lalu. Aku sudah terlalu muak dengan penghuni Bakerstreet 221B itu. Dia pikir dia segalanya dan terlalu berharga hingga aku harus terus menghamba.

Ya harus diakui, aku sangat terobsesi dengan pria itu. Bahkan semenjak ibu membacakan cerita tentangnya 7 tahun lalu. Aku berusaha keras atau bahkan sangat keras untuk sekedar membuatnya melihat kearahku.

Tapi rasanya aku sudah terlalu lelah untuk terus menghamba. Untuk apa terus meminta pada apa yg tidak bisa diharapkan ?

"Obvious ! Dull ! You dont even know anything ! Its for a case !"

Bukankah aku yg seharusnya marah ?Aku jelas jelas melihat pria itu dengan wanita di kamar. Tapi dia bilang aku tidak tahu apa apa. Semua itu hanya untuk sebuah kasus.

Iya aku tahu pria yg sangat aku cintai itu seorang detektif. Iya aku tahu dia sudah banyak terlibat kasus yg aku sendiri tidak pernah terlibat. Tapi kasus macam apa yg menyebabkan seorang detektif harus bersama Irene Adler, wanita yg dulu sangat dicintainya. Tengah malam. Di dalam kamar. Tidak mengangkat telpon. Dan melupakan perayaan ulang tahun pacarnya ?
.....
04.27

Telpon berdering untuk yg ke 21 kalinya. Ah tapi persetan ! Aku masih terlalu nyaman dalam pelukan lelaki yg baru kukenal setengah jam lalu.

Lagi pula mana mungkin Sherlock ? Bukankan dia yg mengusirku dari Bakerstreet. Yaah, dia bahkan mengusir padahal aku yg memergokinya bersama wanita lain. Tapi aku bisa apa ? Aku terlalu menghamba sampai lupa diriku siapa.

08.35

37 pesan baru. Tapi ah persetan ! Mana mungkin Sherlock ? Kalaupun dia. Bukankah dia yg mematikan telponku dan menghabiskan malamnya bersama wanita lain.

10.37

Aku ingat bagaimana tujuh tahun aku berusaha mendapatkanya. Entah sampai sekarangpun apa aku sudah mendapatkanya. Tubuhnya memang miliku. Tapi hati siapa yg tahu ?

Aku ingat bagaimana sifat menjengkelkanya justru membuat aku sangat jatuh cinta. Sherlock sama seperti es krim, dingin tapi manis. 

Ah sial ! Semarah apapu aku padanya. Sudah kukatakan bukan aku terlalu cinta. Selalu aku yg mengalah dan meminta maaf. 

Masih tidak ada jawaban untuk setiap panggilan yg tertuju padanya. Aku tahu dari semalam aku tahu ada salah dengan dia.

Inbox 03.20: 
Help ! Call police ! Bakerstreet 221B
SH
....
Aku meminta supir putar arah. Bakerstreet 221B. Aku ingin sampai sana secepat yg aku bisa. Semoga Watson dan Polisi sama cepatnya sampai disana.

Bakerstreet 221B. Rumah itu terlalu ramai untuk semestinya. Belasan mobil polisi menyalakan alarm. Sekitaran rumah dibatasi dengan lakban kuning bertuliskan do not cross. Ms. Hudson duduk lemas di mobil berwarna hitam. 

Aku menerobos masuk mesti sudah diperingatkan. Watson tau siapa aku dan mempermudah segalanya. Aku lari keruang atas. Buku berserakan. Pecahan kaca diseluruh ruangan.

Aku lihat ada aliran darah. Dari kamar di pojok sana. Kamar Sherlock.

Kamar ini jauh lebih berantakan dari biasanya. Temboknya retak. Kursi dan meja patah. Diatas kasur ada satu buah senapan warna hitam. Irene Adler duduk tersungkur di samping meja. Pucat. Tanpa nyawa.

Aku memutar badan untuk melihat seisi ruangan. Mencari apa yg tidak aku temukan. Aku mengikuti aliran darah. Dibalik pintu. Darah bermuara di balik pintu. Dari balik toxedo hitam yg dikenakan seorang pria yg juga tanpa nyawa. Sherlock.

Aku tersungkur di depan pintu. Semua badanku kehilangan kemampuanya untuk bergerak. Aku tersungkur lemah di depan mayat pria yg paling aku cinta. Tidak ada kata yg bisa keluar. 
.....
Pelan pelan kesadaranku kembali. Semuanya masih sedikit remang. Cahaya hanya lewat dari tralis besi yg dipasang sangat tinggi.

Badanku kehilangan kemampuanya untuk bergerak. Tangan dan kaki diikat. Selang infus tertusuk di lengan kanan.

Aku mencari apa yg bisa aku lihat. Sebuah meja di samping ranjang. Diatas ada tiga tumpuk buku tebal. Tidak tertata dengan baik. Kanan kirinya tidak seragam. 

Dari sisi yg bisa terlihat aku coba baca apa yg tertulis, Arthur Conan Doyle. Aku coba menggerakan kepala sejauh yg dibisa. Di sampul depan tertulis, Sherlock Holmes. Di balik buku ada sebuah botol berisi obat yg tinggal sebagian. Tertulis diatas kertas berwarna biru muda : MENTAL DISORDER

Aku sekarang tahu jawaban atas apa yg aku pertanyakan. Aku tidak tahu apa yg salah, dunia atau aku. Dan jawabanya adalah aku.