Aku berbeda dengan Ibra. Tak banyak yg aku tau soal wanita. Yg aku tahu tak lebih dari sekedar aku jatuh cinta.
Malam ulang tahun Ibra tujuh tahun yg lalu. Aku selalu benci dengan pesta semacam ini. Bukankah aku sudah bilang aku berbeda dengan Ibra. Seperti Thor dan Loki tapi dilahirkan dari rahim yg sama. Ibra suka sekali berpesta, dan hidup dalam kebebasan. Sedangkan aku ? Aku lebih suka sendiri di dalam perpustakaan.
Mungkin karena aku anak pertama. Aku merasa punya tanggung jawab yg besar. Aku harus bisa menjadi Thor yg tidak membuat Loki merasa hidup dalam bayang bayang. Aku tidak akan mengambil alih bisnis Ayah dan membuat Ibra menjadi Loki yg dipenuhi rasa iri. Lagi pula aku sama sekali tidak tertarik dengan bisnis rokok Ayah. Aku bersumpah tidak akan hidup sebagai pembunuh sumblimental.
Aku merasa berhutang pada ribuan nyawa yg melayang akibat rokok yg bahkan tidak pernah kami hisap. Itu alasan kenapa aku ingin menjadi seorang dokter ahli penyakit dalam. Setidaknya itu bisa mengobati sedikit rasa bersalah di dalam diriku.
Yaa aku seperti kebanyakan calon dokter lainya. Berkaca mata tebal, dan selalu terlihat formal. Kalau bukan karena dipaksa Ibra aku bersumpah tidak akan pernah datang ke bar macam ini. Sebagian besar tamu Ibra adalah anak anak manja yg hanya tau hura hura namun memiliki masa depan terjamin akibat saham dan bisnis orang tua mereka. Berandalan terselubung yg tidak perlu takut melanggar hukum karena Ayah mereka punya cukup uang untuk membelinya. Ah !
Tapi ada satu tamu Ibra yg membuatku merasa berbeda. Wanita itu. Jingga. Dia berpenampilan hampir sama dengan sebagian besar tamu lainya. Sekujur tubuhnya ditempeli brand brand yg membuat kelasnya terlihat dengan jelas. Tapi dia berbeda. Caranya bersikap jauh berbeda dengan putri manja. Ada semacam keberanian, kekuataan, kemandirian dan kecerdasan dalam matanya. Kualitas teratas bagi seorang wanita yg membuatnya menjadi lebih mahal dari cantiknya.
Sayang aku hanya bisa mengaguminya dalam diam. Bukan aku tak punya nyali tapi aku masih punya hati nurani. Saat itu Jingga masih menjadi pacar Ibra.
Aku hanya bisa memandangnya dalam diam dari balik piano di ruang tengah. Sesekali mengajaknya berbasa basi kalau Ibra belum datang. Aku tahu batasku tapi maaf aku akan tetap menunggu. Jingga adalah wanita dengan kualitas nomor wahid. Tapi aku tahu betul bagaimana Ibra. Tinggal tunggu waktu. Ibra akan merasa bosan dan mengencani wanita lainya.
.........
2 tahun aku habiskan untuk menunggu Jingga putus dengan Ibra. 3 tahun aku habiskan untuk mengejarnya. Melakukan segalanya untuk membuatnya jatuh cinta. 4 tahun aku habiskan untuk berusaha keras membuatnya bertahan disisiku. Hingga akhirnya saat ini tiba. Saat dimana Jingga mencoba gaun pernikahan kami.
9 tahun hidupku berpusat pada wanita ini. 9 tahun perjuanganku untuk saat saat seperti ini. Aku tidak pernah tahu seberapa pentingnya wanita sebelum pesta malam itu. Sebelum pada akhirnya aku menemukan Jingga.
Selesai mencoba baju aku dan Jingga pergi ke salah satu hotel kelas satu di Jakarta. Malam ini keluarga besar kami akan bertemu untuk membicarakan segala macam keribetan pernikahan. Sebelumnya aku mampir dulu ke Soekarno Hatta, hari ini Ibra pulang setelah menyelesaikan gelar masternya di Harvard Bussines School. Loki kecilku yg nakal akhirnya tumbuh menjadi pria yg tahu bagaimana cara berdiri diatas kakinya sendiri, bukan bersandar pada uang Ayah kami.
Ibra memeluk Jingga. Khas berandalan Amerika yg tidak tahu cara menghormati tempat umum di Indonesia. Sial dia memeluk dan menepuk pantatku juga. Seperti sepasang gay yg baru merayakan LGBT dan meniat untuk langsung terbang ke Amerika.
"Long time no see, Bang. Waktu Bunda ngabarin gue tentang rencana pernikahan lo gue bersyukur banget ternyata lo bukan gay, Bang. And you'll married with the most beautiful woman in this country. Woow !"
Khas Ibra, lelucon yg menjengkelkan. Tapi Ibra selalu tahu cara bersikap dan mencairkan suasana. Lelucon murahan macam itu nyatanya selalu bisa membuat kami semua tertawa. Aku bahkan tidak pernah bisa membuat Jingga tertawa selepas itu. Bersamaku Jingga selalu menjadi wanita anggun yg berkelas tapi disamping Ibra Jingga bisa menjadi bocah yg tertawa dengan sangat lepas.
......
Empat bulan sebelum pernikahan kami. Aku harus kembali ke Berlin. Mengurus segala tetek bengek demi diwisuda. Sayang Jingga tidak bisa ikut. Dia harus menjalani apa yg dinamakan orang Jawa sebagai pingitan.
Aku mengawasi semua persiapan pernikahan lewat teknologi yg dinamakan Skype. Ya memang teknologi bisa membuat semua yg jauh terasa dekat. Tapi tetap saja bukan kedekatan yg sebenarnya.
Komunikasi kami sebatas maya. Jingga seperti kehilangan atensinya untuk berbicara denganku. Semua yg kami bahas sebatas formalitas. Kami juga jadi sering bertengkar. Entah apa yg sebenarnya dipertengkarkan tapi ego membuat kepala jadi susah didinginkan.
Sudah hampir 2 minggu aku dan Jingga tidak saling berbicara. Aku merasa dia semakin menjauh. Terakhir kali aku coba telpon dia bilang, nanti kita bicarakan kalau kamu sudah di Indonesia.
......
"Mang, kok cuman mamang yg jemput ? Yg lain kemana ?"
"Yg lain sudah nunggu aden di rumah."
Akhirnya aku pulang ke Jakarta. Tapi tanpa sambutan yg meriah. Ayah, Bunda, dan Ibra bahkan tidak ada di bandara. Apalagi Jingga.
Benar apa yang Mamang bilang. Semuanya ada di rumah. Bahkan Jingga dan kedua orang tuanya. Aku memeluk tubuh dan mencium kening wanita yg sangat dirindukan itu. Tapi dia hanya diam. Seperti kehilangan kehangatan. Semua diam. Dengan wajah muram dan sedikit tegang. Entah apa yg terjadi.
"Duduk Harjun. Ada yg mau Ibra bicarakan sama kamu."
Suara ayah memecah keheningan. Aku duduk dalam keanehan. Entah apa yg terjadi.
Ibra menegakan wajahnya yg dari tadi tertunduk. Pucat pasi. Keringatnya terlalu berlebihan untuk suhu ruangan sedingin ini. Ibra punya jiwa yg sangat bebas. Ia sama seperti Loki yg kehilangan rasa takut untuk apapun. Prinsipnya adalah menikmati kehidupan. Baru kali ini aku melihat ketakutan dalam matanya.
Ibra menarik napas dan bersiap untuk berkata. Sebelum Jingga mendahuluinya. Menenggelamkan mukanya di pahaku lalu menangis. Entah apa yg terjadi.
"Aku tidak tahu apa aku pantas untuk bilang maaf Harjun."
Wanita yg sangat aku cintai itu menangis. Dan berkata bersama luka.
"Aku hamil."
Wanita yg sangat aku cintai itu menangis. Dan berkata bersama luka.
"Dan ini anak Ibra."
Wanita yg sangat aku cintai itu menangis. Dan berkata bersama luka. Entah apa yg terjadi.
......
Dan disinilah aku sekarang. Di dalam gedung yg seharusnya menjadi tempat paling sempurna. Melihat ke arah wanita dengan gaun putih yg seharusnya menjadi wanita paling sempurna.
Tapi segala penantian, perjuangan, dan ketulusan selama 9 tahun untuk hari sempurna ini sudah menjadi sia sia. Bukan aku disisinya tapi Ibra.
Seminggu sebelum disebar nama calon mempelai pria dalam undangan itu diubah. Dari namaku menjadi nama adik laki lakiku satu satunya.
Bukan aku tidak merasakan luka. Tapi aku hanya mencoba menjadi pria dewasa yg berani menghadapi segala luka yg dihadiahkan dunia. Takdir selalu punya banyak hal yg tidak terduga. Ia mengembalikan apa yg seharusnya dikembalikan termasuk cinta.
Aku mengambil sebotol anggur dan meminumnya seperti onta yg baru menemukan oasis. Demi apapun ini pertama kalinya aku mabuk. Dengan kesadaran yg tinggal setengah aku berlari keatas panggung. Duduk dibelakang deretan tuts piano. Memainkannya dan menanyi dalam kesadaran yg tinggal setengah.
I can see the pain living in your eyes and i know how hard you try
You deserve to have so much more
I can feel your heart and i sympethize
And i'll never critizise all you ever mean to my life
I dont wanna let you down,
I dont wanna lead you on
I dont wanna hold you back from where you might belong
You would never ask me why my heart is so disguise
I just cant live a lie anymore
I would rather hurt my self than ever make you cary
There's nothing left to say, oh goodbye
Goodbye - Air Suply
Aku menghiklaskan satu satunya wanita yg pernah aku cinta. Tidak. Aku tidak merasa kalah karena tidak berhasil memilikinya. Aku justru merasa menang karena berani memberinya kebebasan untuk memilih dan berhenti berpura pura mencintai aku.
.......