Minggu, 12 April 2015

Batas kadaluarsa

Banyak yg sering berkata "aku tidak bisa mencintai orang lain selain dia" atau "aku tidak bisa hidup tanpa dia". That words just a big bulshit. 

Cinta sama kaya minuman kemasan, semuanya punya tanggal kadaluarsa.

Mungkin tulisan ini tidak cukup relevan untuk menggambarkan mereka yg ada dalam hubungan pernikahan. Karena pernikahan memaksa kita bertahan. Sehingga batas waktu menjadi rancu.

Tapi pada dasarnya cinta cuman masalah waktu. Kapan dimualai dan diakhiri itu semua kehendak waktu.

Siapa yg paling kamu cintai ? Cinta pertama ? Pacar pertama ? Pacar paling berkesan ? Atau pacar yg terakhir ?

Semua paling dicintai pada masanya.

Ini anjuran yg sedikit munafik. Karena pada kenyataanya saya sendiri tidak bisa menjalankanya. Karena yaa mungkin saya pengecut yg bersembunyi di balik prinsip "pria seharusnya berjuang, dan wanita selayaknya diperjuangkan". Besembunyi dibalik tameng "harga diri" padahal sebenarnya takut pada penolakan dan segala macam konsekuensinya termasuk rasa sakit.

Tapi untuk manusia yg cukup bernyali. Pendapat saya sih sebaiknya dengar apa yg hati bilang. Hargai waktu yg memberi kesempatan. Nikmati semua perasaan yg datang pada waktunya. Lebih baik lagi jika dikatakan. Ya kalau pun berujung pada penolakan, nanti waktu juga yg akan memberi pengobatan. Setidaknya kesempatan tidak terlewatkan.

Jangan banyak menunda. Nanti terlambat ditinggal kesempatan. Katakan saja. Orang yg kamu cintai kan bukan tuhan, mana bisa mengerti tanpa diberitahu ?

Sama seperti minuman kemasan. Kadang kita menunggu saat terbaik untuk meminumnya. Padahal semua saat adalah baik sebelum tanggal kadaluarsa. Karena kalau menunggu dan terlupa. Waktu tidak bisa berputar kembali. 

Bukankah seperti minuman kemasan, kalau diminum setelah kadaluarsa yg ada cuman bikin sakit ?

Rabu, 08 April 2015

Beyond your limits

Alkisah saya sedikit muak untuk mengingatkan seseorang dengan skripsinya. Saya sudah kehabisan cara untuk membuatnya bekerja lebih keras. Yang saya dengar selalu keluhan dan keluhan. Capek lah, pusing lah, ga ada koneksi internet lah. Dan semua lah lah lainya. He still wont trying harder.

Susah memang. Karena faktor external tidak akan pernah bisa bekerja jika seseorang membentengi dirinya. Tukang bacot sekelas mario teguhpun tidak ada artinya apalagi saya yg cuman siapalah ini.

The role is :
You can do anything if you 'really' want. 

Harus kamu yg benar benar mau. Bukan orang lain yg mau kamu melakukan itu. Kalau kamu sudah benar benar mau, all you can do just work hard, pray, and see the mirracle.

Waktu jaman smp saya pernah mengikuti lomba lari POPDA 800m. Itu adalah kali pertama saya ikut lomba lari. Secara logika kemungkinan saya menang tidak lebih dari 30% mengingat postur tubuh dan pengalaman saya yg jauh dibawah rata rata. Tapi saat itu saya benar benar ingin menang. Benar benar ingin.

Kenapa saya ingin menang ? Karena saya ingin menarik perhatian seseorang yg saya suka. Atau setidaknya membuat dia melihat ke arah saya. Dia kakak kelas saya. Saya bukan tipe orang yg bisa mendekati lawan jenis. Mengirim pesan kepada laki laki yg saya suka terlebih dahulu adalah hal yg paling menjijikan di dunia. Maka cara inilah yg saya pilih, karena siswa yg menang lomba akan dipanggil saat upacara bendera. Inilah kesempatan saya untuk membuatnya melihat ke arah saya.

800m itu dua kali mengitari stadiun. Di putaran pertama saya betada di tengah bahkan hampir dibelakang. Sekitar 6 pelari sudah melesat jauh di depan. Tapi saya harus menang. Saya berusaha berlari lebih kencang. Lebih kencang dari yg terkencang yg saya bisa. Jantung saya berdetak lebih keras. Paru paru saya terasa sangat panas. Saya harus menggunakan mulut untuk bernafas. Kepala saya sudah mulai berkunang kunang. Kaki saya pegal bukan main. Jangan ditanya betapa inginya saya berhenti, duduk, lalu membeli minum dan berteduh karena saat itu siang bolong. Tapi saya harus menang. Harus ! Saya menyebut nama pria itu disetiap tarikan nafas. 

100m dari garis finis saya sudah berada di urutan kedua. Setan di kepala saya bilang ini sudah cukup. Urutan kedua sudah bisa membuat saya dipanggil di upacara. Tapi saya sudah berusaha sampai sini. Saya sudah melampaui batas saya sampai segini. Kepalang tanggung kalau ga medali emas.

Saya berusaha lebih keras dari yg tadi. Kesakitanyapun dua kali yg tadi. Saya melawan diri saya. Melampaui batas batasnya. 

Sampai di garis finis. Saya langsung mrnjatuhkan diri ke tanah. Paru paru dan jantung saya rasanya mau pecah. Kaki saya jangan ditanya bagaimana ngilunya. Saya mau muntah. 

Tapi hasilnya nama saya dipanngil saat upacara sebagai juara 1 lomba lari 800m.  May be i'm not the most beautiful girl in this town. But i run faster than another.

Kebanggan yg setelah berkepala dua  saya tertawai habis habisan. Sampai sekarangpun saya tidak pernah berkomunikasi dengan pria itu. Menang lomba lari tidak berhasil membuat saya bisa berkenalan denganya. Tapi setidaknya saya belajar untuk berusaha lebih keras dari yg saya bisa. Dan medali emas itu sampai sekarang masih tergantung di rumah.

So, why dont you start to beyond your limit ?

Jumat, 03 April 2015

Your reflection !

Jodohmu adalah kamu. Sebagaimana kamu seperti itu pula lah jodohmu.

Kemaren saya mewawancarai seorang narasumber untuk penelitian mengenai proses ta'aruf di kalangan mahasiswa ui. Awalnya saya agak underestimate dengan narasumber narasumber saya. Karena tentu saya kita mengimani prinsip kehidupan yg berbeda.

Memutuskan pernikahan tanpa mengetahui banyak akan pasangan. Memutuskan menikah hanya dengan dua tiga kali bertemu pasangan. Tidak masuk akal. 

Tapi penenlitian mengatakan bahwa 76% pernikahan yg dilakukan tanpa proses berpacaran lebih sukses dibanding yg dilakukan setelah proses pacaran yg romantis.

Kuncinya ada di niat dan proses yg baik. Karena niat dan proses yg baik memberikan hasil yg samapula baiknya.

Pertanyaan yg berikutnya muncul adalah bagaimana jika ternyata pasangan kita tidak sesuai dengan apa yg kita expectasikan.

The answer is this fuc*ing simple role :
Kalau dijumlahkan segala kebaikan dan keburukan, lalu ditimbang maka kamu dan jodohmu ada diposisi yg seimbang.

Coba lihat cermin sebelum berspekulasi tentang jodoh yg pantas untuk diri kita. Jika Allah pasangkan dengan seseorang yg menurutmu kurang baik mungkin bagi Allah kita juga tidak cukup baik.

Tapi tentu definisi kualititas diri berbeda beda. Bagi narasumber saya salah satu indikator utama kualitas diri adalah keimanan. Tapi mungkin bagi yg lainya adalah kecerdasan. Simple ! Bagaimana kamu ingin pasanganmu, usahakan jadi dirimu jadi begitu.

Sebagian kecil kualitas ditentukan semenjak kita dilahirkan. Misal kondisi ekonomi keluarga, atau fisik kita. Tapi sebagian besar lainya justru ditentukan oleh usaha kita. Buat apa berusaha mencari yg terbaik, berusahalah menjadi lebih baik. Maka yg terbaik akan didatangkan dengan sendirinya.

Because your mate is your reflection !