Senin, 04 April 2016

Perempuan itu Lemah, katanya...

Sial. Malam ini saya ketiduran di KRL. Seharusnya turun di stasiun UI tapi baru terbangun di depok baru. Walaupun sudah hampir 4 tahun di Jakarta, tapi banyak tempat yg rasanya masih entah berantah. Maklum saja saya tidak punya banyak kesempatan atau mungkin keinginan kuat untuk menjelajah Jakarta. Alasanya sederhana saya terlalu apatis, banyak hal yg menurut saya tidak terlalu penting. Seperti path sana sini di cafe mewah Jakarta.

Kereta arah kembali sudah tidak ada. Maklum saja sudah sedikit lewat tengah malam. Tapi tenang saya bukan wanita lemah. Saya pikir bagaimana caranya pulang. Alih alih minta dijemput pacar saya justru memilih untuk berjalan. Disambung angkutan umum nantinya.

Malam ini saya pakai dress selutut motif bunga, dengan lipstik nude masih sedikit tersisa ditempatnya. Ditambah heels krem favorit saya.

"Kamu ati ati loh udah malem. Pakai baju kaya gitu lagi. Nanti diapa apain."
Atau
"Udah naik taxi aja. Minta dijemput pacar lah."

Damn it ! I really hate those kind of words. 

Kalau perempuan apa harus hidup dalam ketakutan ?

Ibu saya selalu bilang, jadi perempuan jangan lemah. Harus bisa melindungi diri sendiri bukan hanya minta dilindungi laki laki.

Selain berenang dan mengaji, bela diri adalah hal wajib bagi anak anak Ibu saya.  Waktu SMP saya pilih karate. Meskipun tidak sampai bisa bikin babak belur 3 orang lelaki tapi setidaknya saya belajar untuk tidak merasa takut.

Teater adalah hal kedua yg membuat saya tidak menjadi lemah. Bayangkan selama 4 bulan setiap malam saya harus latihan. Dari jam 9 malam sampai 4 pagi. Biasanya saya dan teman teman tidur di sekre bertemu lansung dengan lantai. Kalau sedikit lebih beruntung kami bisa tidur diatas sisa kardus bekas properti.

Kalau besok ada kelas pagi. Saya pulang jalan kaki. Dari pusat kegiatan mahasiswa di tengah ui melewati jembatan yg katanya berpenghuni sampai ke kosan di daerah mahali. 45 menit lah kalau jalan kaki. Biasanya tidak ada laki laki berdua sama teman saya, kalau latian tidak sepi ya berempat semuanya perempuan.

Tapi kami tidak diajarkan untuk menjadi lemah karena ketakutan.

Toh sudah dua pementasan hampir dua tahun kalau diakumulasi rutinitas ini. Nyatanya para wanita ini masih hidup tanpa kurang suatu apapun sampai sekarang.

Banyak orang salah duga. Karena suka pakai dress, make up dan kuku panjang katanya saya feminim. Secara halus disebut demikian padahal harfiahnya saya tahu itu berarti lemah. 

Saya tahu caranya menjaga diri. Saya tahu bagaimana cara melindungi diri saya sendiri. Biar punya kuku panjang dengan hiasan kutek merah marun bukan berarti saya anti berurusan dengan palu dan gergaji. Biar badan saya kecil dan selalu dibalur handbody bukan berarti saya tidak bisa bawa galon sendiri.

Perempuan lemah karena mereka menganggap diri mereka lemah. Perempuan menganggap dirinya lemah karena dunia beranggapan demikian. Ini hanya masalah makna yang dikonstruksikan. Nyatanya perempuan bisa menahan sakitnya melahirkan. Banyak perempuan bisa jadi atlit angkat besi. Sebagian besar dari kita hanya sibuk melemahkan diri. Sadar atau tidak pada akhirnya stereotipe perempuan itu lemah semakin dalam melekat. Karena lemah makanya harus dilindungi. Tidak boleh ini itu dan kesana kemari. Padahal diam saja kalau sudah takdir mau perempuan atau lelaki bisa mati.

Kalaupun dengan sialnya nanti saya harus mati. Setidaknya saya tidak hidup dalam ketakutan.




1 komentar:

  1. whoooa..cara berfikir yang keren. coba perempuan2 indonesia lebih banyak yang mikir kaya gini, pasti sinetron2 di tv itu ga akan laku lagi ya. haha.

    Oh coba nonton film judulnya Made in Dagenham (2010) deh . Film bagus, pelopor kesetaraan hak antara perempuan dgn laki2 di inggris thn 1968. trs Temple Grandin [2010] jg oke. Film biografi seorang perempuan genius inovator, penulis, aktifis, tapi juga seorang autis. duaduanya true story. Semoga menginspirasi.

    BalasHapus